Story of Widia
Jumat, 04 Januari 2013
Analisis Tindak Tutur Komik “Raga Langit”
Komik Karya Berny
Julianto dan Dwi Aspitono “Raga Langit”
(Analisis Tindak
Tutur)
Komik
“Raga Langit” akan dianalisis dengan teori tindak tutur. Menurut pendapat
Austin, merumuskan adanya tiga jenis tindak tutur, yaitu tindak lokusi, tindak
ilokusi, dan tindak perlokusi. Sedangkan pembagian tindak tutur berdasarkan
maksud penutur ketika berbicara (ilokusi) Searle membagi dalam lima jenis.
Kelima tindak tutur tersebut, yakni tindak tutur repesentatif (asertif),
komisif, direktif, ekspresif, dan deklaratif.
Berikut ini
analisis komik “Raga Langit”:
Tindak tutur
ekspresif,
tindak tutur ini berfungsi untuk mengekspresikan perasaaan dan sikap. Tindak
tutur ini berupa tindak meminta maaf, berterimakasih, menyampaikan ucapan
selamat, memuji, mengkritik, dan lain-lain.
Komik “Raga Langit”
hal: 9
Ryana
dan Niken bertemu di Studio Zoom, sebuah kompleks ruko. Niken memanggil Ryana,
dan keduanya berbincang-bincang.
Berikut
ini dialog perbincangan mereka berdua:
(1.1)
Niken : “sori ya aku telat. Mas Danang nggak bisa nganterin.”
(1.2)
Ryana : “nggak apa...yang lainnya juga masih makan di atas.”
Tuturan
Niken (1.1) di atas, adalah tindak tutur
ekspresif yang termasuk dalam meminta maaf. Ekspresif meminta maaf
terbukti dari tuturan Niken dengan kata “sori”. Sedangkan “Mas Danang nggak
bisa nganterin” merupakan kalimat penjelas dari permintaan maaf berupa alasan
mengapa dirinya bisa terlambat.
Tidak tutur
asertif, yaitu
tindak tutur yang berfungsi untuk menetapan atau menjelaskan sesuatu apa
adanya. Tindak tutur ini, seperti menyatakan, melaporkan, memberitahukan,
menjelaskan, mempertahankan, menolak, dan lain-lain.
Tuturan
Ryana (1.2) di atas, termasuk tindak
tutur asertif yang termasuk dalam
menyatakan. Terbukti dari tuturan
Ryana berupa “nggak apa...yang lainnya juga masih makan di atas.” Kata “nggak
apa..” yakni menyatakan respon dari
mitra tutur (Ryana) menerima perminta maafaan dari Niken.
(2.1) Niken : “Ma kasih dah bawain gitarku. Ida ada
tadi?”
(2.2)
Ryana :” Nggak ada tuh...aku ngomong
ke bu kost aja kalau kamu mau diambilkan gitar. Kan dia sudah tahu aku sama
kamu satu grup.”
Komik “Raga Langit”
hal: 10
Sambil
berjalan menuju tempat makan, Ryana dan Niken memperbincangkan teman mereka
yang bernama Epy, bahwa teman mereka tersebut sudah membuat album, berikut
dialog mereka berdua:
(3.1) Ryana :”Eh tahu eggak si Epy sudah jadi
albumnya. Keren lo..”
(3.2) Niken :”Masak sih..gitarnya kan masih belum cocok banget sama dia.
Terakhir aku perhatikan agak gimana gitu...”
(3.3) Ryana :”Kamu denger sendiri aja deh...”
Tuturan
(3.1) dan (3.2) di atas termasuk tindak
tutur asertif. Tuturan (3.1) tindak tutur asertif yang termasuk dalam memberitahukan,
karena memberitahukan informasi kepada mita tutur (Niken) mengenai si Epy sudah
membuat album, dan hasil albumnya
keren. Sedangkan tuturan (3.2) asertif
yang termasuk dalam memprediksi, dikarenakan
Niken dalam tuturan di atas memprediksikan bahwa gitarnya masih belum cocok
dengan Epy.
Saat
berada di tempat makan, dari jarak yang cukup jauh Niken menyapa teman-temannya
yang sedang makan, berikut ini tuturannya:
(4.1)
Niken :”Woi! Berapa gelandangan di
dalam perut itu? Makan terus! Apa nggak bosen dari lahir makan terus?!”
(4.2) A :”Isi
bensin dulu kan!”
(4..3) B :”Sudah
takdir, Ken!”
Tuturan
(4.1) di atas termasuk tindak tutur ekspresif berupa tindak penyampaian salam, terbukti dari
tuturan yang digunakan dengan kata “Woi!” yang berarti menyapa penutur A dan B.
Sedangkan tuturan “Berapa gelandangan di dalam perut itu? Makan terus! Apa
nggak bosen dari lahir makan terus?!” merupakan sapaan yang dilakukan oleh
penutur terhadap mitra tutur untuk menunjukkan suahsana akrab.
Kemudian
tuturan (4.2) dan (4.3) termasuk tindak
tutur asertif yang termasuk
dalam menegaskan. Terbukti dari
tuturan (4.2) ”Isi bensin dulu kan!” yang berarti penegasan dari mitra tutur
bahwa memang sudah waktunya untuk makan. Sedangkan, tuturan (4.3) ”Sudah
takdir, Ken!” juga termasuk tuturan menegaskan dari mitra tutur kepada penutur
bahwa yang namanya makluk hidup makan adalah sudah menjadi kebutuhan dan
merupakan takdir. Tuturan menegaskan juga
diperkuat oleh adanya tanda seru (!).
Tindak tutur
direktif, yaitu
tindak tutur yang berfungsi untuk mendorong pendengar melakukan sesuatu,
misalnya menyuruh, perintah, meminta, dan lain-lain.
Ryana
dan Niken saling berbincang-bicang ketika mengambil makanan, berikut dialog
mereka berdua:
(5.1) Niken :” Kamu jadi kertemu
mamamu besok?”
(5.2) Ryana :” Iya, Niken. Mamaku sudah sering nelpon nanyakan sempatku.
Aku bilang besok saja habis festival.”
(5.3) Niken :” Ketemuan di mana?”
(5.4) Ryana :” Di Green Wall, diantar papa.”
Tuturan
(5.1) termasuk tindak tutur direktif yang
termasuk meminta, karena penutur
(Niken) meminta jawaban dari mitra tutur (Ryana), yakni mengenai apakah Ryana
jadi ketemu dengan mamanya atau tidak. Sedangkan, tuturan (5.2) termasuk tindak tutur asertif yang termasuk menjelaskan, karena Ryana mencoba
menjelaskan kepada Niken bahwa dirinya akan bertemu dengan mamanya besok
setelah festival.
Tuturan
(5.3) juga termasuk tindak tutur
direktif yang termasuk meminta,
karena penutur (Niken) meminta informasi mengenai tempat di mana Ryana dan
ibunya bertemu. Kemudian, tuturan (5.4) merupakan tindak tutur asertif yang
termasuk memberitahukan, yakni Ryana
memberitahu kepada Niken bahwa dirinya akan bertemu dengan mamanya di Green
Wall, dan diantar oleh papanya.
(6.1)
Niken :” Mmm..papamu..”
(6.2) Ryana :” Papa-mama kayaknya sudah lewat masa trauma.”
Tuturan
(6.1) dan (6.2) termasuk tindak tutur
asertif. Tuturan (6.1) merupakan tindak
tutur asertif berupa menyimpulkan,
karena Niken menyimpulkan bahwa Ryana akan benar-benar pergi diantar oleh
papanya. Tuturan (6.2) termasuk tindak
tutur asertif berupa memprediksi,
karena Ryana memprediksi bahwa papa-mamanya sudah melewati masa trauma.
Sambil
berjalan menuju meja makan, Ryana dan Niken masih melanjutkan perbincangan
mereka mengenai papa-mama Ryana, berikut dialog mereka berdua:
(7.1)
Ryana :” ...Kan sudah enam tahun
lebih pisah. Papa mau kompromi kalau untuk kesempatan beasiswa ini.”
(7.2)
Niken :” Sori ya...”
(7.3)
Ryana :”Kamu suka banget sih ngomong
sori...”
Tuturan
(7.1) termasuk tindak tutur asertif yang
termasuk memberitahukan, karena
Ryana memberitahu Niken tentang papa-mamanya yang sudah berpisah selama enam
tahun, dan juga kompromi mengenai beasiswa. Kemudian tuturan (7.2) merupakan tindak tutur ekspresif berupa meminta maaf, terbukti dari tuturan
Niken dengan kata “sori ya..”. Selanjutnya, tuturan (7.3) termasuk tindak tutur asertif berupa menyimpulkan, karena Ryana menyimpukan
bahwa Niken mempunyai kebiasaan mengatakan kata “sori”.
(8.1)
Niken :” E..iya ya sori deh...”
Tuturan
(8.1) termasuk tindak tutur asertif yang
termasuk mengakui, terbukti dari
tuturan “E...iya ya” menunjukkan Niken mengakui bahwa dirinya sering berkata
dengan menggunakan kata “sori”.
Komik “Raga Langit”
hal: 11
Ryana
dan Niken berbincang-bincang di meja makan sambil menyantap makanan. Ryana
bertanya mengenai Danang kepada Niken. Berikut dialog mereka berdua:
(9.1)
Ryana :” Ngomong-ngomong, mas Danang
sibuk ya...kok nggak nganterin?”
(9.2) Niken :” Iya tuh...sibuk terus. Dia lagi magang di Indoresearch.
Sama sibuk sama mbak Alya. Sebel!”
Tuturan
(9.1) termasuk tindak tutur asertif berupa menduga,
karena di dalam tuturan tersebut Ryana menduga kalau mas Danang tidak bisa
mengantarkan Niken dikarenakan sibuk. Sedangkan tuturan (9.2) merupakan tindak tutur asertif yang termasuk minyimpulkan, karena Niken membuat kesimpulan bahwa mas Danang itu
sibuk dengan pekerjaannya dan juga sibuk dengan Alya.
(10.1)
Ryana :”Memangnya kenapa? Kan calon
kakakmu.”
(10.2) Niken :” Nggak suka aja. Orangnya sok pinter.”
Tuturan
(10.1) di atas merupakan tindak tutur
direktif yang termasuk dalam miminta, dikarenakan Ryana meminta
alasan kepada Niken mengapa dirinya kelihatan tidak suka dengan Alya. Sedangkan
tuturan (10.2) termasuk tindak tutur
komisif berupa menolak, karena Niken menggunakan kalimat “Nggak suka aja.” yang
menunjukkan penolakannya terhadap Alya sebagai calon kakak iparnya
(11.1)
Ryana :” Kalau memang pinter gimana?
Asisten dosen kan?”
(11.2)
Niken :” Udah ah! Nggak usah ngomongin
mereka.”
(11.3)
Ryana :” Wah adatnya...”
Tuturan
(11.1) termasuk tindak tutur asertif
yang termasuk dalam menduga, karena
tuturan Ryana di atas merupakan suatu dugaan, bahwa biasanya yang namnya
asisten dosen itu pintar. Tuturan (11.2) merupakan tindak tutur direktif yang termasuk dalam menyuruh, karena penutur menggunakan kata “udah ah!” yang secara
tidak langsung menyuruh mitra tutur (Niken) untuk tidak membicarakan mengenai Alya
dan Danang. Kemudian tuturan (11.3) termasuk tindak tutur ekspresif berupa menyalahkan,
karena daam tuturan tersebut Ryana secara tidak langsung menyalahkan Niken yanag
mimiliki sikap yang tidak baik, terbukti dari kalimat “wah adatnya..”
(12.1)
Ryana :” Kamu itu mestinya bersyukur
bisa mempunyai saudara biar cuma satu. Dari pada aku di rumah nggak ada
temannya. Papaku sering pulang malam. Ini punya kakak malah diajak berantem
terus...”
Tuturan
(12.1) merupakan tindak tutur direktif yang
termasuk dalam menyarankan, karena
dari tuturan Ryana di atas bermaksud memberi saran kepada Niken untuk selalu
bersyukur karena memiliki saudara.
Ryana
menasehati Niken, akan tetapi Niken menutup kedua telinganya dengan menggunakan
jari agar tidak mendengar nasehat tersebut. Kemudian Ryana mengucapkan tuturan
sebagai berikut:
(13.1)
Ryana:” Niken..Niken...”
Tuturan
(13.1) di atas merupakan tindak tutur
ekspresif berupa mengkritik,
dengan menyebut kata “Niken...Niken..” yang maksudnya mengkritik penutur
(Niken).
Komik “Raga Langit”
hal: 12
Sebuah
tempat bernama Omerald Hotel, di sana Danang memasuki hotel tersebut dan
berlari menyongsong lift untuk menuju
ke lantai 7. Akhirnya Danang sampai ke lantai 7, kemudian ia langsung menuju
Sphere Cafe, dan masuk ke tempat tersebut. Lalu Danang menghampiri Triana, Alya
dan Said. Berikut ini tuturan dari
mereka:
Komik “Raga Langit”
hal: 13
(14.1)
Triana :” Ini Danang sudah datang.
Bagaimana kabarnya Danang?”
(14.2) Danang :” Baik, Bu Triana.”
(14.3) Triana :” Prof Said, perkenalkan ini Danang.”
Danang
dan Prof Said saling berjabat tangan dan memperkenalkan dirinya masing-masing.
Tuturan
(14.1) merupakan tindak tutur asertif berupa
memberitahukan, karena Triana
memberitahu kepada Prof Said serta Alya bahwa Danang sudah datang. Sedangkan
tuturan (14.2) termasuk tindak tutur
asertif berupa melaporkan,
dikarenakan Danang melaporkan keadaan kesehatannya kepada Triana. Selanjutnya,
tuturan (14.3) yakni tindak tutur komisif
berupa menawarkan, karena Triana
menawarkan perkenalan Danang kepada Prof Said.
(15.1)
Prof Said :” Nak
Danang ini kuliah di mana? Atau sudah kerja?”
(15.2) Danang :” Kuliah di ITS Teknik Fisika. Saya magang di sana.”
Tuturan
(15.1) merupakan tindak tutur direktif berupa
meminta, karena dalam tuturan Prof
Said di atas menunjukkan permintaan jawaban dari Danang mengenai kuliah di mana
atau perkerjaan yang dijalani dia sekarang ini. Selanjutnya, tuturan (15.2)
termasuk tindak tutur asertif berupa
memberitahukan, karena Danang
memberitahu kepada Prof Said bahwa dirinya kuliah di ITS dan sekarang ini dia
magang.
(16.1)
Triana :” Tapi dia baru dapat tawaran
kerja di Indoresearch.”
(16.2) Alya :” Indoresearch? Wah hebat! Mereka sudah banyak kerja sama
dengan perusahaan-perusahaan Eropa dan Timur Tengah!”
Tuturan
(16.1) di atas termasuk tindak tutur
asertif berupa memberitahukan,
karena Triana memberitahu kepada Prof Said dan Alya bahwa Danang mendapatkan
tawaran dari Indoresearch. Tuturan (16.2) merupakan tindak tutur ekspresif yang termasuk dalam memuji, terbukti dari tuturan Alya yang memuji Danang dengan kata
“wah hebat!”.
SIMPULAN
Berdasarkan
analisis di atas, dapat disimpukan bahwa dalam komik “Raga Langit” kebanyakan
menggunakan tindak tutur asertif. Selain itu, tindak tutur yang digunakan di
dalam komik tersebut, yakni tindak tutur ekspresif, direktif dan komisif.
Daftar Pustaka
http://citraindonesiaku.blogspot.com/2012/04/tindak-tutur-menurut-austin-dan-searle.html . Diakses 06-12-2012.pukul 18.12
WIB.
Berny
Julianto dan Dwi Aspitono.______. Raga
Langit. Jakarta : Cleo Publishing House.
Kabut Hujan
Kabut Hujan
Butiran air jatuh terpencar
Menyentuh hamparan tanah
Menjadi satu membentuk arus
Terdiam duduk menatap awan
Semuanya terlihat putih
Kabut putih...
Iya...semacam kabut putih
Dan percikan air semakin terasa melekat di kulit
Dan disini daku masih menunggu
Semakin lama aku menunggu
Hujan ternyata makin deras
Sepintas teringat kawanku
Hari ini kami seperti Tom and Jerry
Entah apa yang kami ributkan
Dan entah apa yang daku risaukan
Seperti ada sesuatu
Sebenarnya apa yang daku takutkan?
Cerita ini semakin hari membentuk arus yang deras
Dan percikannya semakin keras
Berharap cerita ini seperti air yang mengalir
Tenang tapi tidak menghayutkan
Kamis, 24 November 2011
ANALISIS SEKUEN "Cerita Rakyat Batu Batangkup"
Cerita Rakyat Melayu Riau - Batu Batangkup
“Batu Belah Batu Betangkup” yang berarti batu yang bisa terbuka dan tertutup (terbelah dan kemudian bersatu kembali) seperti kerang. Pada buku Cerita Rakyat Melayu keluaran Adicita diberi judul Batu Batangkup dengan pencerita Farouq Alwi serta disunting oleh Mahyudin Al Mudra dan Daryatun. Buku ini terbitan Oktober 2006 merupakan kerjasama antara Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu dengan Adicita Karya Nusa. Berikut saduran/gubahan dari buku tersebut :
Zaman dahulu di dusun Indragiri Hilir, tinggal seorang janda bernama Mak Minah di gubuknya yang reyot bersama satu orang anak perempuannya bernama Diang dan dua orang anak laki-lakinya bernama Utuh dan Ucin. Mak Minah rajin bekerja dan setiap hari menyiapkan kebutuhan ketiga anaknya. Mak Minah juga mencari kayu bakar untuk dijual ke pasar sebagai pemenuhan kebutuhan sehari-hari mereka.
Ketiga anaknya sangat nakal dan pemalas yang senang bermain-main saja, tak mau membantu emaknya. Sering mereka membantah nasihat emaknya sehingga Mak Minah sering bersedih. Mak Minah telah tua dan sakit-sakitan. Mereka bermain kadang sampai larut malam. Mak Minah sering menangis dan meratapi dirinya. “Yaaa Tuhan, tolonglah hamba. Sadarkanlah anak-anak hamba yang tidak pernah mau menghormati emaknya,”Mak Minah berdoa diantara tangisnya.
Esok harinya, Mak Minah menyiapkan makanan yang banyak untuk anak-anaknya. Setelah itu, Mak Minah pergi ke tepi sungai dan mendekati sebuah batu yang bisa berbicara. Batu itu juga dapat membuka dan menutup seperti kerang.Orang-orang menyebutnya Batu Batangkup. “Wahai Batu Batangkup, telanlah saya. Saya tak sanggup lagi hidup dengan ketiga anak saya yang tidak pernah menghormati orang tuanya,” kata Mak Minah. Batu Batangkup kemudian menelan tubuh Mak Minah dan yang tersisa adalah seujung dari rambut Mak Minah yang panjang.
Menjelang sore, ketiga anaknya Cuma heran sebentar karena tidak menjumpai emaknya sejak pagi. Tetap karena makanan cukup banyak, mereka pun makan lalu bermain-main kembali. Mereka tidak peduli lagi. Setelah hari kedua dan makanan pun habis, mereka mulai kebingungan dan lapar. Sampai malam hari pun mereka tak bisa menemukan emaknya. Keesokan harinya ketika mereka mencari di sekitar sungai, bertemulah mereka dengan Batu Batangkup dan melihat ujung rambut emaknya.
“Wahai Batu Batangkup, kami membutuhkan emak kami. Tolong keluarkan emak kami dari perutmu…,” ratap mereka. “Tidak!!! Kalian hanya membutuhkan emak saat kalian lapar. Kalian tidak pernah menyayangi dan menghormati emak,” jawab Batu Batangkup. Mereka terus meratap dan menangis. “Kami berjanji akan membantu, menyayangi dan menghormati emak,” janji mereka. Akhirnya emak dikeluarkan dari perut Batu Batangkup.
Maka mereka kemudian rajin membantu emak, menyayangi serta patuh dan menghormati emak. Tetapi hal tersebut tidaklah lama. Mereka kembali ke tabiat asal mereka yang malas dan suka bermain-main serta tidak mau membantu, menyayangi dan menghormati emak.
Mak Minah pun sedih dan kembali ke Batu Batangkup. Mak Minah pun ditelan kembali oleh Batu Batangkup. Ketiga anak Mak Minah seperti biasa bermain dari pagi sampai sore. Menjelang sore mereka baru sadar bahwa emak tak nampak seharian. Besoknya mereka mendatangi Batu Batangkup. Mereka meratap menangis seperti kejadian sebelumnya. Tetapi kali ini Batu Batangkup marah. “Kalian memang anak nakal. Penyesalan kalian kali ini tidak ada gunanya,” kata Batu Batangkup sambil menelan mereka. Batu Batangkup pun masuk ke dalam tanah dan sampai sekarang tidak pernah muncul kembali.
“Batu Batangkup”
Ø Analisis Sekuen à berdasarkan tiga urutan, yaitu tekstual, kronologis dan logis
u Urutan Tekstual
- Mak Minah seorang janda yang tinggal di dusun Indragiri Hilir
1.1 Mak Minah mempunyai satu orang anak perempuan bernama Diang dan dua orang anak laki-lakinya bernama Utuh dan Ucin.
1.2 Mak Minah seorang janda yang mempunyai semangat pekerja keras.
- Ketiga anaknya tidak menghormati Mak Minah sebagai ibunya
2.1 Ketiga anaknya sangat nakal dan pemalas yang senang bermain-main saja, tak mau membantu emaknya.
2.2Mak Minah hanya meratapi nasibnya,mempunyai anak tapi sifatnya selalu membangkang dengan emaknya.
2.3Mak Minah meneteskan air mata sambil berdoa, agar anak-anaknya bisa berubah menjadi seorang anak yang bisa menghormati sosok seorang ibu.
- Mak minah mulai putus asa menghadapi ketiga anaknya.
3.1 Ma minah menyiapkan makanan untuk ketiga anaknya, lalu pergi ke tepi sungai dan mendekati sebuah batu yang bisa berbicara.
3.2 Batu itu mendapat sebutan dari masyarakat sekitar dengan nama Batu Batangkup, batu tersebut dapat membuka dan menutup seperti karang.
3.3 Batu Bertangkup itu, menelan Mak Minah sesuai dengan keinginan Mak Minah sendiri.
- Ketiga anak Mak Minah kebingungan.
4.1 Tidak ada emak yang memasak makanan untuk mereka.
4.2 Ketiga anaknya tersebut awalnya tidak peduli dengan keberadaan ibunya.
4.3 Ibunya ditelan oleh Batu Batangkup, kemudian ditemukan olek ketiga anaknya saat mereka bemain di Sungai.
- Permohonan Ketiga anaknya kepada Batu Batangkup.
5.1 Ketiga anak tersebut, meminta batu itu untuk melepaskan ibunya dengan cara menanggis mengucapkan janji-janji untuk menjadi anak baik dan taat kepada ibunya.
- Perubahan sementara dari ketiga anaknya.
6.1 Ketiga anak Mak Minah berubah menjadi baik, tapi hanya untuk sementara saja, Setelah itu, kembali ketabiat aslinya.
- Batu Betangkup marah
7.1 Batu Batangkup menelan kembali Mak Minah.
7.2 Ketiga anaknya melakukan permohonan yang sama.
7.4 Batu Batangkup marah, dan menelan mereka semua.
7.5 Batu Batangkup masuk ke tanah dan menghilang.
Sumber : Batu Batangkup, Cerita Rakyat Pekanbaru Riau (Karya Farouq Alwi, 2006).
![]() |
a
![]() | ![]() | ![]() | |||||||||
![]() | |||||||||||
![]() | ![]() | ||||||||||







![]() | |||||||||
![]() | |||||||||
![]() | |||||||||
![]() | |||||||||
![]() | |||||||||
c
a : Teks secara keseluruhan (Batu Batangkup)
b : Sekuen tingkat pertama
c : Sekuen tingkat kedua
Urutan Batu Batangkup à alur sederhana à spt cerita rakyat lainnya
∑ sekuen = 24 sekuen à 7 sekuen besar & 17sekuen kecil
Dengan demikian, Batu Batangkup terdiri atas 2 tingkatan sekuen, yaitu sekuen tingkatan pertama dan sekuen tingkatan kedua
u Urutan Kronologis
Berdasarkan urutan peristiwanya secara kronologis maka urutan peristiwa dalam teks Batu Batangkup ini bergerak lurus dan tidak ada pengulangan. Urutan peristiwa (disingkat P) berdasarkan sekuen, maka P1 (sekuen 1: 1.1, 1.2) diikuti P2 (sekuen 2: 2.1 – 2.3), diikuti P3 (sekuen 3: 3.1 – 3.3), diikuti P4 (sekuen 4: 4.1 – 4.3), diikuti P5 (sekuen 5), diikuti P6 (sekuen 6), diikuti P7 (sekuen 7: 7.1-7.4).
u Urutan Logis
Urutan logis dipaparkan berdasarkan hubungan sebab-akibat. Analisis ini menekankan logika cerita, sebab logika merupakan dasar struktur. Urutan alur cerita teks Batu Batangkup mempunyai hubungan sebab-akibat (kausalitas).
Sekuen 1 (1.1, 1.2) Mak Minah seorang janda yang tinggal di dusun Indragiri Hilir mempunyai tiga orang anak bernama Diang, Utuh dan Ucin mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 2.
Sekuen 2 (2.1 – 2.5) Ketiga anaknya tidak menghormati Mak Minah sebagai ibunya, mereka malas dan hanya bermain, sehingga membuat ibunya bersedih mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 3.
Sekuen 3 (3.3-3.3) Mak minah mulai putus asa menghadapi ketiga anaknya,lalu menyuruh Batu Batangkup untuk menelan dirinya mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 4.
Sekuen 4 ( 4.1-4.3) Ketiga anak Mak Minah kebingungan mengapa ibunya menghilang, mereka kawatir karena tidak ada yang memasak untuk mereka. Lalu ketiga anak itu melihat ibu mereka ditelan oleh Batu Batangkup,
sekuen 5 (sekuen 5) Ketiga anak itu memohon kepada Batu Batangkup untuk melepaskan ibunya, mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 5.
Sekuen 6 (sekuen 6) Anak-anak Mak Minah menjadi baik, tapi sifat mereka itu hanya bertahan untuk sementara saja, setelah itu kembali ketabiat aslinya menjadi anak yang suka bermain dan pemalas, mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 7.
Sekuen 7 (7.1-7.4) Mak Minah kembali ditelan oleh Batu Batangkup, karena Mak Minah sendiri tidak tahan dengan perilaku anak-anaknya yang terlalu nakal. Ketiga anaknya kembali memohon kepada Batu Batangkup, tetapi batu itu marah dan menelan mereka semua, kemudian batu tersebut masuk kedalam tanah. Sejak saat itu, Batu Batangkup itu tidak pernah muncul kembali.
Ø Unsur-unsur cerita rakyat Batu Batangkup :
a. Tokoh
1. Mak Minah
2. Diang
3. Utuh
4. Ucin
5. Batu Batangkup
b. Alur
Menggunakan alur maju, peristiwa yang terjadi disusun secara beruntutan sesuai dengan peristiwa yang terjadi. Misalnya, bermula dari Janda itu memiliki anak, kemudian diceritakan kehidupannya dengan anaknya, hingga berakhirnya cerita.
c. Setting
Setting cerita rakyat Batu Batangkup terdapat setting sebagai berikut :
1. Setting Tempat : di dusun Indragiri Hilir, Pekanbaru Riau. Disebuah gubuk reyot dan di tepi sungai dusun itu.
2. Setting Waktu : kebanyakan setting waktu peristiwa diterangkan pada waktu menjelang sore hari, malam hari dan pagi hari.
d. Vokalisasi (point of view)
Pengarang menggunakan sudut pandang orang ketiga.
Wadah : Cerita Rakyat Batu Batangkup merupakan wadah karya sastra dalam bentuk cerita rakyat yang berkembang dalam masyarakat.
Dalam rangka fungsi :
Ø Rumah Reyot : membuktikan bahwa pada zaman itu masih ada masyarakat yang hidupnya masih terbelakang dan hidup serba kekurangan.
Ø Kayu Bakar : Menunjukan bahwa alat yang digunakan untuk memasak menggunakan tungku dengan bahan bakar kayu.
Ø Pasar : Merupakan tempat untuk transaksi jual beli.
Ø Nasihat : Menunjukan bahwa seorang ibu masih perhatian terhadap anak-anaknya, dan tidak menginginkan anak-anaknya terjerumus kedalam hal-hal yang tidak baik.
Ø Berdoa : Menunjukan bahwa pada saat itu sudah mengenal Tuhan.
Ø Permainan : Menunjukkan bahwa dalam cerita itu ada permainan yang digunakan sebagai pelipur lara, bersenang-senang, hingga kadang melupakan waktu.
Ø Sungai : Untuk menunjukan bahwa disana ada makluk hidup yang hidup, merupakan sumber air untuk kehidupan sehari-hari.
Ø Batu Batangkup : Merupakan benda yang memperingatkan manusia jangan berbuat jahat.
Menyampaikan Pesan : Orangtua yang baik pasti memperingatkan anak-anaknya ketika berbuat salah. Ketika sedang senang ataupun sedih kita wajib mengingat sang pencipta ( Tuhan ). Sebagai anak yang baik kita harus membantu setiap orang yang membutuhkan bantuan atau sedang mengalami kesusahan, terutama membantu kedua orangtua kita. Mengingatkan kita untuk tidak bermain sampai melupakan waktu. Cerita yang berkaitan tentang Batu bisa dikaitkan dengan zaman pembabakan prasejarah, yaitu zaman Batu.
Alternatif Solusi : Cerita rakyat tersebut bagus untuk dilestarikan, sehingga bisa diwariskan secara turun temurun sebagai cerita rakyat yang bersifat kedaerahan dan baik untuk mendidik anak-anak menjadi anak yan lebih baik. Walaupun bersifat mistis, tetapi cerita tersebut mengandung banyak hikmah yang perlu kita pelajari.
Langganan:
Postingan (Atom)