Foklor Cerita Rakyat


                  “KAHYANGAN DLEPIH TIRTOMOYO”  
A. Cerita Kahyangan
Di Tirtomoyo terdapat sebuah situs bersejarah bernama "Kahyangan" di dusun Dlepih, Tirtomoyo, yang jaraknya kurang lebih 47 km dari ibu kota kabupaten Wonogiri.
Dari Kota Wonogiri, pengunjung bisa naik bus dari terminal bus giriwono dan naik minibus dari dekat ponten (dekat Kantor Badan Pertanahan), jurusan Tirtomoyo. Dari Tirtomoyo, bisa naik angdes jurusan Kahyangan atau Sukarjo. Sampai sekarang belum ada angdes yang bisa masuk sampai Kahyangan, sehingga harus dilanjutkan jalan kaki sekitar 1 Km. Pengunjung berkendaraan bisa langsung sampai ke tempat parkir Kahyangan.
Mite ini sangat dipercaya oleh masyarakat Wonogiri terutama Tirtomoyo tentang kesaktian seseorang yang mampu berhubungan dengan dunia jin. Konon yang bertapa di Kahyangan Dlepih bukan hanya Sunan Kalijaga dan Panembahan Senopati saja, tetapi juga Raden Mas Rangsang dan Pangeran Mangkubumi. Oleh karena itu Kraton Mataram selalu mengadakan upacara labuhan ditempat tersebut.
Potensi :
-Tempat ritual
-Panorama alam yang indah
-event tahunan sedekah bumi.


Sebetulnya tempat tersebut dulunya merupakan sentra batik tulis , yang produknya banyak disetorkan ke Solo, untuk diproses lanjut. Banyak warga desa yang bergerak di bidang yang berhubungan dengan batik, baik sebagai pembatik, pembuat patron, pemasok kain mori. Akan tetapi, seiring dengan diperkenalkannya teknik pembuatan genting press, yang hasilnya cepat diperoleh, maka semakin lama industri batik semakin tergeser.
Sesampai di Kahyangan, pengunjung akan mendapati goa yang terletak di atas kedung. Konon, tempat itu sebagai tempat bersemedinya Danang Suto Wijoyo, atau yang dikenal dengan Panembahan Senopati, raja pertama kerajaan Mataram Islam. Selain itu, terdapat pula air terjun, dan puncak Kahyangan yang konon merupakan tempat di mana Sutowijoyo menemuai Kanjeng Ratu Kidul, sehingga bagi yang percaya tahyul, dilarang memakai baju yang berwarna hijau.
Tempat itu sangat ramai di malam menjelang pergantian tahun Jawa (bulan Suro). Banyak pendatang dari luar daerah, terutama dari daerah Yogyakarta, untuk bertirakatan di sana. Di hari-hari biasa, terutama malam Jumat Kliwon, biasanya banyak dikunjungi orang-orang dari luar daerah, yang mengadakan syukuran atas keberhasilan yang telah dicapai di tempat perantaunnya, dengan mengundang warga sekitar.
Yaitu masa transisi antar hancurnya kerajaan Panjang dan berdirinya Kerajaan Mataram. Latar sosial terdapat dua latar  belakang sosial kehidupan yang terlihat sangat kontras, yaitu kehidupan kerajaan Panjang deengan segala kemewahannya dan kehidupan kelurahan Dlepih dengan segala kesederhanaanya.

Sumber: Bu. Susiana Pudyastuti (penduduk asli Tirtomoyo)







B. Pembahasan

Foklor adalah sebagian kebudayaan yang kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun temurun, diantaranya adalah macam kolektif apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device).

Dari pengertian folk yang berbunyi : sekelompok orang, yang memiliki ciri-ciri pengenalan fisik maupun kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Jadi yang menjadi objek penelitian foklor Indonesia adalah semua foklor dari folk, yang ada di Indonesia, baik yang dipusat maupun yang didaerah, baik yang di kota maupun yang di desa, di kraton, maupun di kampung, baik pribumi maupun keturunan asing, asalkan mereka sadar akan identitas kelompoknya dan mengembangkan kebudayaan mereka di bumi Indonesia.maka objek penelitian foklor indonesia menjadi luas sekali.

Cerita “Kahyangan Dlepih Tirtomoyo Wonogiri merupakan” merupakan tempat ritual, panorama yang indah , dan event tahunan sedekah  bumi. Tempat tersebut merupakan tempat yang digemari, terutama untuk tempat pariwisata kalangan anak muda.

Dari sumber yang didapat, berdasarkan hasil wawancara dengan penduduk asli Tirtomoyo, tempat tersebut merupakan tempat yang dikeramatkan, dan dari cerita tersebut dapat disimpulkan ciri-ciri foklornya adalah sebagai berikut:
a)      Penyebarannya dan pewarisanya dilakukan secara lisan, yakni disebarkan melalui tutur kata dari mulut kemulut (suatu contoh yang diisertai dengan gerak isyarat, dan alat pembantu pengingat) dari satu generasi ke generasi yang lain.
b)      Foklor bersifat tradisonal, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam  bentuk standart.
c)      Foklor bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui orang lagi. Karena dari sumber, hanya diketahui dari juru kunci tempat tersebut, sementara dari sumber yang diwawanccara mengetahui cerita tersebut dari kedua orang tuanya.
d)      Foklor bersifat ada ( exist) dalam versi-versi atau varian-varian yang berbeda. Hal ini diakibatkan oleh cara penyebarannya dari mulut ke mulut (lisan ), biasanya buka melalui cetakan atau rekaman, sehingga oleh proses menjadi dilupakan oleh manusia atau proses interolasi (interpolation).
e)      Foklor dalam cerita tersebut mempunyai kegunaan (function) dalam kehidupan bersama suatu kolektif.
f)        Foklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum.
g)      Foklor menjadi milik berrsama (collective) dari kolektif tertentu. Hal ini sudah tentu diakbitkan  karena penciptanya yang pertama sudah tidak diiketahui lagi, sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya.
h)      Foklor mempunyai bentuk berumus atau berpola.
Misalnya: menggunakan kata-kata klise seperti “kokon katanya”, dan lain sebagainya.
i)        Foklor pada umumnya bersifat polos dann lugu, yaitu ungkapan ekspresi manusia.

Dari cerita tersebut, dapat disimpulkan bahwa cerita foklor sangat mempengaruhi kehidupan bermasyarakat dari satu generasi ke generasi yang lain. Meskipun masyarakat percaya akan adanya hal-hal tersebut, tetapi didalam hati mereka masih percaya akan adanya Tuhan Yang Maha Esa. Ritual dan sebagainya itu hanya wujud rasa syukur kepada alam, dan mereka hanya menjalankan warisan turun temurun dari nenek moyang mereka atau orang terdahulu. Mengenai percaya atau tidak percayanya terhadap cerita tersebut,tergantung dari pribadi masing-masing. Tapi kebanyakan dari cerita foklor tersebut, memiliki banyak bukti dan petilasan yang membuktiakn bahwa kejadian-kejadian itu benar-benar terjadi.